TAWURAN
Adakah Hal Yang Pantas Untuk Menyikapinya ?
Tawuran,
Satu kata yang dari dulu sudah sering terkenal dan menyudut pada “Kawula Muda.
Tawuran yang konon katanya bersumber dari warisan turun temurun, warisan yang
harus dilestarikan kini menjadi semakin menjamur, mewabah dimana-mana. Desa
desa, perkampungan, perkotaan, pelosok, siswa sekolah dasar sampai mahasiswa.
Belum lama ini banyak pemberitaan yang sangat menjadi omongan khalayak ramai,
apalagi kalau bukan “Tawuran”. Berikut pemberitaan tentang tawuran yang
bersumber dari berbagai sosial media.
Bersumber
dari http://www.antaranews.com/berita/336038/sampai-september-2012-16-tewas-akibat-tawuran-sekolah yang menulis
mengenai jumlah korban tewas akibat tawuran hingga September 2012 ini sebanyak
16 orang. Dalam sumber tersebut hal itu dipertegas dengan pengungkapan dari
Anggota Komisi X DPR, Rohmani.
"Ini sudah merisaukan kami. 2012 ini saja, sudah 16 siswa karena tawuran siswa antar sekolah. Pemerintah harus memberikan penjelasan. Dan kami harus memberi respon sebelum persoalannya makin rumit," katanya di Jakarta, Minggu.
Karena itulah, kata dia, Komisi X DPR pekan ini telah memanggil pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada acara rapat dengar pendapat itu juga dihadirkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta guna membahas masalah tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar akhir-akhir ini.
Legislator yang membidangi masalah pendidikan, kebudayaan, olahraga dan pariwisata itu menyatakan bahwa masyarakat justru kian resah karena tawuran kerapkali terjadi di lingkungan pendidikan.
"Jadi, masyarakat wajar bertanya mengapa kekerasan seringkali melibatkan generasi muda," katanya. "Apa yang salah dengan sistem pendidikan kita. Kok, Kekerasan masih saja terjadi di lingkungan pendidikan," kata anggota Fraksi PKS DPR itu.
Rohmani mempertanyakan pemerintah terkait penggunaan anggaran 20 persen untuk pendidikan yang tidak mampu merubah wajah pendidikan nasional. "Seharusnya ada perubahan karena anggaran sektor pendidikan menempati urutan ketiga dalam pembiyaan APBN," katanya menegaskan.
Belum lagi, kata dia, anggaran pendidikan karakter yang tersebar di banyak kementerian dan lembaga. "Sayangnya pendidikan karakter tersebut tidak membuahkan hasil karena hanya berisi seminar semata," katanya.
Sumber lain http://kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/258-tawuran-pelajar-memprihatinkan-dunia-pendidikan.html menyebutkan
seperti dibawah ini.
Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara
pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai
ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar
pada remaja.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini
sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992
tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus
dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban
meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus
yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban
meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah
perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu
hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.
DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak
ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar
(dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak
negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya
fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas
pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di
sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik,
adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan
nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah
cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih
untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini
jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup
bermasyarakat di Indonesia.
PANDANGAN UMUM TERHADAP PENYEBAB PERKELAHIAN PELAJAR
Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan,
berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak
mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di
antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya,
yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari
keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah
yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga
pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama
di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis,
budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang
padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata
kota.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja
digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal
perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional
dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya
situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya
muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan
pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di
dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai
anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh
kelompoknya.
TINJAUAN PSIKOLOGI PENYEBAB REMAJA TERLIBAT PERKELAHIAN PELAJAR
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara
kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak
selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar.
Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja
terlibat perkelahian pelajar.
1.
Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya
kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks
di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan
semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak.
Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. . Tapi pada remaja
yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi
memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah
putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain
pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk
memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka
mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka
terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat.
Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2.
Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan
(entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak,
ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya,
sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya,
orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai
individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang
unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara
total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3.
Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang
sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah
terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu,
lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya
suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran,
tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang
melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu
masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting.
Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta
sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau
dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4.
Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah
yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya
perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota
lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana
transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota
(bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk
belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang
berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
http://regional.kompas.com/read/2012/10/08/20240953/Cegah.Tawuran.Polisi.Bentuk.Polisi.Siswa.
Sumber
diatas menyebutkan bahwa dalam mencegah tawuran, akan dibentuk polisi siswa.
Tulisan lengkapnya seperti ini.
Seluruh sekolah
tingkat SMA-SMK di Kota Bandung, Jawa Barat, akan memiliki polisi siswa.
Kepala Sub Bagian
Humas Polrestabes Bandung Kompol Rosdiana mengatakan, pembentukan polisi siswa
ini untuk mengantisipasi tawuran, kasus narkotika, geng motor dan berbagai tindakan
kriminalitas lainnya yang belakangan ini marak di kalangan pelajar.
"Polisi siswa
tersebut akan kami bekali ilmu dan akan kami tugaskan untuk selalu memberikan
laporan mengenai lingkungan sekolahnya kepada pihak kepolisian," jelas
Rosdiana saat ditemui Kompas.com di ruang kerjanya di
Mapolrestabes Bandung, Jalan Merdeka, Bandung, Senin (8/10/2012) malam.
Saat ini, pihaknya
telah mengundang 10 SMA-SMK di Kota Bandung. "Sepuluh sekolah yang kami
undang ini sebagai perwakilan, yang pasti masing-masing sekolah tingkat SMA-SMK
di Bandung akan miliki polisi siswa," jelas Rosdiana.
Pengukuhannya akan
dilakukan oleh Wakapolrestabes Bandung AKBP Dadang Hartanto pada Selasa, 9
Oktober 2012, pukul 09.00 WIB, di Mapolrestabes Bandung, Jalan Merdeka,
Bandung, Jawa Barat.
Opini Penulis
Dari
sumber-sumber diatas dapat disimpulkan bahwa Tawuran yang nyatanya masih
merajalela, menyelimuti dunia kawula muda. Memang banyak cara untuk
menyikapinya. Namun terkadang cara-cara tersebut memudar seiring memudarnya
aktivitas yang tergolong dekat atau identik dengan kriminalitas.
Banyak
korban yang tewas, luka-luka hanya karena kegiatan tidak bermoral yang katanya
kegiatan ini merupakan warisan turun temurun dari angkatannya terdahulu. Sangat
sia-sia sekali jika kawula muda, penerus bangsa secara terus-menerus melakukan
hal seperti itu. Mengingat yang telah disebutkan diatas bahwa penggunaan anggaran 20
persen untuk anggaran sektor pendidikan yang juga menempati urutan ketiga dalam pembiyaan APBN.
Masih
terkait tulisan diatas bahwa telah ada cara-cara juga yang telah dilakukan dari
mulai membuka rapat dengar pendapat antara Komisi X DPR dengan pihak Direktorat Jenderal Pendidikan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
yang juga dihadiri oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta guna membahas masalah tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar akhir-akhir ini sampai akan dibuat Polisi Siswa. Meskipun Polisi Siswa ini mulai diberlakukan di Bandung, Jawa Barat semoga saja ini diberlakukan di kota-kota besar maupun di seluruh daerah.
yang juga dihadiri oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta guna membahas masalah tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar akhir-akhir ini sampai akan dibuat Polisi Siswa. Meskipun Polisi Siswa ini mulai diberlakukan di Bandung, Jawa Barat semoga saja ini diberlakukan di kota-kota besar maupun di seluruh daerah.
Menurut saya
sebagai kawula muda yang memang dalam menyikap tawuran perlulah keterlibatan
dari pihak-pihak terkait atau instansi terkait, seperti akan diberlakukan
Polisi Siswa, menugkin ini bisa membantu. Atau dengan diadakannya kontroling teratur
dari mulai instansi terkait (polisi) juga pihak intern sekolah. Bisa juga
dengan diadakannya perbekalan rohani agar semua siswa sadar diri akan adanya
Tuhan dan kita semua akan kembali padaNya. Apapun usaha maupun pencarian jalan
keluar dari masalah ini semua kembali pada kesadaran diri masing0masing. Semoga
saja dengan terkuaknya tersangka-tersangka yang membuat tawuran yang menelan
korban bisa memutus warisan yang tidak baik ini.
Demikian
tulisan mengenai Tawuran ini dibuat. Tulisan diatas merupakan salah satu tugas
yang saya buat guna memenuhi nilai akademik mata kuliah Softskill www.gunadarma.ac.id . Mohon maaf atas pihak terkait yang telah saya terterakan
dalam tulisan ini. Adapun tulisan ini semoga membantu siapapun yang membacanya.
KOOSHARDIANTINI
34411010
2ID05