Selasa, 09 Oktober 2012

"TAWURAN"


TAWURAN
Adakah Hal Yang Pantas Untuk Menyikapinya ?
Tawuran, Satu kata yang dari dulu sudah sering terkenal dan menyudut pada “Kawula Muda. Tawuran yang konon katanya bersumber dari warisan turun temurun, warisan yang harus dilestarikan kini menjadi semakin menjamur, mewabah dimana-mana. Desa desa, perkampungan, perkotaan, pelosok, siswa sekolah dasar sampai mahasiswa. Belum lama ini banyak pemberitaan yang sangat menjadi omongan khalayak ramai, apalagi kalau bukan “Tawuran”. Berikut pemberitaan tentang tawuran yang bersumber dari berbagai sosial media.
Bersumber dari http://www.antaranews.com/berita/336038/sampai-september-2012-16-tewas-akibat-tawuran-sekolah yang menulis mengenai jumlah korban tewas akibat tawuran hingga September 2012 ini sebanyak 16 orang. Dalam sumber tersebut hal itu dipertegas dengan pengungkapan dari Anggota Komisi X DPR, Rohmani.

"Ini sudah merisaukan kami. 2012 ini saja, sudah 16 siswa karena tawuran siswa antar sekolah. Pemerintah harus memberikan penjelasan. Dan kami harus memberi respon sebelum persoalannya makin rumit," katanya di Jakarta, Minggu.

Karena itulah, kata dia, Komisi X DPR pekan ini telah memanggil pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Pada acara rapat dengar pendapat itu juga dihadirkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta guna membahas masalah tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar akhir-akhir ini.

Legislator yang membidangi masalah pendidikan, kebudayaan, olahraga dan pariwisata itu menyatakan bahwa masyarakat justru kian resah karena tawuran kerapkali terjadi di lingkungan pendidikan.

"Jadi, masyarakat wajar bertanya mengapa kekerasan seringkali melibatkan generasi muda," katanya. "Apa yang salah dengan sistem pendidikan kita. Kok, Kekerasan masih saja terjadi di lingkungan pendidikan," kata anggota Fraksi PKS DPR itu.

Rohmani mempertanyakan pemerintah terkait penggunaan anggaran 20 persen untuk pendidikan yang tidak mampu merubah wajah pendidikan nasional. "Seharusnya ada perubahan karena anggaran sektor pendidikan menempati urutan ketiga dalam pembiyaan APBN," katanya menegaskan.

Belum lagi, kata dia, anggaran pendidikan karakter yang tersebar di banyak kementerian dan lembaga. "Sayangnya pendidikan karakter tersebut tidak membuahkan hasil karena hanya berisi seminar semata," katanya. 

Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.
DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
PANDANGAN UMUM TERHADAP PENYEBAB PERKELAHIAN PELAJAR
Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
TINJAUAN PSIKOLOGI PENYEBAB REMAJA TERLIBAT PERKELAHIAN PELAJAR
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1. Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. . Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2. Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3. Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4. Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
http://regional.kompas.com/read/2012/10/08/20240953/Cegah.Tawuran.Polisi.Bentuk.Polisi.Siswa. Sumber diatas menyebutkan bahwa dalam mencegah tawuran, akan dibentuk polisi siswa. Tulisan lengkapnya seperti ini.
Seluruh sekolah tingkat SMA-SMK di Kota Bandung, Jawa Barat, akan memiliki polisi siswa.
Kepala Sub Bagian Humas Polrestabes Bandung Kompol Rosdiana mengatakan, pembentukan polisi siswa ini untuk mengantisipasi tawuran, kasus narkotika, geng motor dan berbagai tindakan kriminalitas lainnya yang belakangan ini marak di kalangan pelajar.
"Polisi siswa tersebut akan kami bekali ilmu dan akan kami tugaskan untuk selalu memberikan laporan mengenai lingkungan sekolahnya kepada pihak kepolisian," jelas Rosdiana saat ditemui Kompas.com di ruang kerjanya di Mapolrestabes Bandung, Jalan Merdeka, Bandung, Senin (8/10/2012) malam.
Saat ini, pihaknya telah mengundang 10 SMA-SMK di Kota Bandung. "Sepuluh sekolah yang kami undang ini sebagai perwakilan, yang pasti masing-masing sekolah tingkat SMA-SMK di Bandung akan miliki polisi siswa," jelas Rosdiana.
Pengukuhannya akan dilakukan oleh Wakapolrestabes Bandung AKBP Dadang Hartanto pada Selasa, 9 Oktober 2012, pukul 09.00 WIB, di Mapolrestabes Bandung, Jalan Merdeka, Bandung, Jawa Barat.
Opini Penulis
Dari sumber-sumber diatas dapat disimpulkan bahwa Tawuran yang nyatanya masih merajalela, menyelimuti dunia kawula muda. Memang banyak cara untuk menyikapinya. Namun terkadang cara-cara tersebut memudar seiring memudarnya aktivitas yang tergolong dekat atau identik dengan kriminalitas.
Banyak korban yang tewas, luka-luka hanya karena kegiatan tidak bermoral yang katanya kegiatan ini merupakan warisan turun temurun dari angkatannya terdahulu. Sangat sia-sia sekali jika kawula muda, penerus bangsa secara terus-menerus melakukan hal seperti itu. Mengingat yang telah disebutkan diatas bahwa penggunaan anggaran 20 persen untuk anggaran sektor pendidikan yang juga  menempati urutan ketiga dalam pembiyaan APBN.
            Masih terkait tulisan diatas bahwa telah ada cara-cara juga yang telah dilakukan dari mulai membuka rapat dengar pendapat antara Komisi X DPR  dengan pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
 yang juga dihadiri oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta guna membahas masalah tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar akhir-akhir ini sampai akan dibuat Polisi Siswa. Meskipun Polisi Siswa ini mulai diberlakukan di Bandung, Jawa Barat semoga saja ini diberlakukan di kota-kota besar maupun di seluruh daerah.
            Menurut saya sebagai kawula muda yang memang dalam menyikap tawuran perlulah keterlibatan dari pihak-pihak terkait atau instansi terkait, seperti akan diberlakukan Polisi Siswa, menugkin ini bisa membantu. Atau dengan diadakannya kontroling teratur dari mulai instansi terkait (polisi) juga pihak intern sekolah. Bisa juga dengan diadakannya perbekalan rohani agar semua siswa sadar diri akan adanya Tuhan dan kita semua akan kembali padaNya. Apapun usaha maupun pencarian jalan keluar dari masalah ini semua kembali pada kesadaran diri masing0masing. Semoga saja dengan terkuaknya tersangka-tersangka yang membuat tawuran yang menelan korban bisa memutus warisan yang tidak baik ini.
            Demikian tulisan mengenai Tawuran ini dibuat. Tulisan diatas merupakan salah satu tugas yang saya buat guna memenuhi nilai akademik mata kuliah Softskill www.gunadarma.ac.id . Mohon maaf atas pihak terkait yang telah saya terterakan dalam tulisan ini. Adapun tulisan ini semoga membantu siapapun yang membacanya.

KOOSHARDIANTINI
34411010
2ID05