Selasa, 29 April 2014

Softskill Bulan April


PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN TINGKAT PENDIDIKAN


Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja  merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja. Mereka dapat berpindah secara permanen, menjadi migran ulang-alik, menjadi migran sirkuler yakni bekerja di tempat lain dan pulang ke rumahnya sekali dalam beberapa minggu atau beberapa bulan, atau menjadi migran musiman, misalnya bekerja di kota setelah musim tanam dan musim panen.
Kemiskinan berkaitan erat dengan kemampuan mengakses pelayanan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan gizi dan kalori. Dengan demikian penyakit masyarakat umumnya berkaitan dengan penyakit menular, seperti diare, penyakit lever, dan TBC. Selain itu, masyarakat juga menderita penyakit kekurangan gizi termasuk busung lapar, anemi terutama pada bayi, anak-anak, dan ibu hamil. Kematian bayi adalah konsekuensi dari penyakit yang ditimbulkan karena kemiskinan ini (kekurangan gizi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi).
Keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar anggotanya seperti pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. Oleh karenanya diperlukan pemberdayaan keluarga terutama melalui peningkatan akses terhadap informasi tentang permasalahan ini.

PERTUMBUHAN PENDUDUK
grafik.png
Gambar 1. Grafik presentase penduduk Tahun 2010

Bagi daerah yang KB nya berhasil, perubahan struktur umur penduduk menjadi lebih tua juga tidak lepas dari masalah. Masalah ini adalah ledakan penduduk usia kerja dan penyediaan kesempatan kerja. Perlu perluasan kesempatan kerja dan peningkatan ketrampilan bagi yang telah berada dalam angkatan kerja, peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi mereka yang akan masuk ke angkatan kerja.
bayi (1).jpg

Jumlah bayi yang dilahirkan masih tetap banyak sekitar 4.5 juta per tahun, dan dalam waktu 15 tahun kemudian, apabila pemerintah tidak dapat memberikan kesempatan meneruskan sekolah, mereka akan drop out dan mencari pekerjaan padahal tidak punya ketrampilan. Permasalahan makronya  adalah kualtias SDM yang amat rendah. Pelayanan bagi tumbuh kembang anak-anak perlu diperhatikan, termasuk menjaga agar anak sekolah tidak berhenti ditengah jalan sebelum menyelesaikan pendidikannya (drop out).

SEGI PENDIDIKAN
PENDIDIKAN.jpg

Pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan yang cukup besar. Wajib Belajar 6 tahun, yang didukung pembangunan infrastruktur sekolah dan diteruskan dengan Wajib Belajar 9 tahun adalah program sektor pendidikan yang diakui cukup sukses. Tetapi dibalik keberhasilan program-program tersebut, terdapat berbagai fenomena dalam sektor pendidikan. Kasus tinggal kelas, terlambat masuk sekolah dasar dan ketidakmampuan untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi merupakan hal yang cukup banyak menjadi sorotan di dunia pendidikan. Kasus putus sekolah yang juga banyak terjadi terutama di daerah pedesaan menunjukkan bahwa pendidikan belum banyak menjadi prioritas bagi orang tua. Rendahnya prioritas tersebut antara lain dipicu oleh akses masyarakat terhadap pendidikan yang masih relatif kecil, terutama bagi keluarga miskin yang tidak mampu membiayai anak mereka untuk meneruskan sekolah ke jenjang lebih tinggi.
 
Partisipasi Sekolah
Umumnya, terdapat dua ukuran partisipasi sekolah yang utama, yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Keduanya mengukur penyerapan penduduk usia sekolah oleh sektor pendidikan. Perbedaan diantara keduanya adalah penggunaan kelompok usia "standar" di setiap jenjang pendidikan. Usia standar yang dimaksud adalah rentang usia yang dianjurkan pemerintah dan umum dipakai untuk setiap jenjang pendidikan, yang ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 1 (http://www.datastatistik-indonesia.com)
Jenjang
Kelompok usia
SD
7 - 12 tahun
SMP
13 - 15 tahun
SMA
16 - 18 tahun
Perguruan tinggi
19 tahun keatas
Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama usia muda. Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan seperti pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan perubahan jumlah murid yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah. Sehingga, naiknya persentase jumlah murid tidak dapat diartikan sebagai semakin meningkatnya partisipasi sekolah. Kenaikan tersebut dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya jumlah penduduk usia sekolah yang tidak diimbangi dengan ditambahnya infrastruktur sekolah serta peningkatan akses masuk sekolah sehingga partisipasi sekolah seharusnya tidak berubah atau malah semakin rendah.  

Lama Sekolah
Lamanya Sekolah atau years of schooling adalah sebuah angka yang menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan tingkat pendidikan terakhir. Pada prinsipnya angka ini merupakan transformasi dari bentuk kategorik TPT menjadi bentuk numerik. Lamanya bersekolah merupakan ukuran akumulasi investasi pendidikan individu. Setiap tahun tambahan sekolah diharapkan akan membantu meningkatkan pendapatan individu tersebut. Rata-rata lama bersekolah dapat dijadikan ukuran akumulasi modal manusia suatu daerah. Ukuran ini mengatasi masalah kekurangan estimasi dari TPT yang tidak mengakomodir kelas tertinggi yang pernah dicapai individu.
Tetapi, jumlah tahun bersekolah ini tidak mengindahkan kasus-kasus tidak naik kelas, putus sekolah yang kemudian melanjutkan kembali, dan masuk sekolah dasar di usia yang terlalu muda atau sebaliknya. Sehingga nilai dari jumlah tahun bersekolah menjadi terlalu tinggi kelebihan estimasi atau bahkan terlalu rendah (underestimate).
Lamanya bersekolah dapat dikonversikan langsung dari jenjang pendidikan dan kelas tertinggi yang pernah diduduki seseorang, misalnya jika seseorang pendidikan tertingginya adalah SMP kelas 2, maka ia memiliki jumlah tahun bersekolah sama dengan 8 tahun, yaitu 6 tahun bersekolah di tingkat SD ditambah dengan 2 tahun di SMP. Untuk memudahkan perhitungan, dapat digunakan tabel konversi sebagai berikut:
 Tabel 2  Lamanya Bersekolah berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Kelas
(http://www.datastatistik-indonesia.com)
Jenjang
Kelas
Jumlah tahun bersekolah
(kumulatif)
SD
1
1

2
2

3
3

4
4

5
5

6
6
SMP
1
7

2
8

3
9
SMA
1
10

2
11

3
12
Diploma
I
13

II
14

III
15
S1
I
13

II
14

III
15

IV
16
S2

17 - 19
S3

20-24

Untuk Diploma, S1, S2, dan S3, konversi lamanya bersekolah dapat berbeda untuk setiap individu karena asumsi yang digunakan dalam konversi diatas adalah sebagai berikut:
  • Seseorang yang masuk S1 adalah lulusan SMA, bukan melanjutkan dari diploma. Dalam kenyataannya, terdapat program S1 extension yang membuka kesempatan bagi lulusan Diploma untuk melanjutkan studi ke S1.
  • Asumsi menempuh pendidikan S2 maksimum adalah 3 tahun dan S3 maksimum adalah 4 tahun.

Angka Melek Huruf (AMH)

Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari.
AMH dapat digunakan untuk
  • mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama di daerah pedesaan di Indonesia dimana masih tinggi jumlah penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat SD.
  • menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media. Berikut data AMH dari Susenas 2002, 2003, dan 2004 
Tabel 3 Persentase Penduduk Berusia 10 tahun ke Atas Menurut Kepandaian Membaca dan Menulis, 2002-2004
Tahun
Huruf
Huruf
Buta
Jumlah

Latin
Lainnya
Huruf

2002
89,8
0,9
9,3
100,0
2003
90,1
0,9
9,1
100,0
2004
90,5
0,9
8,5
100,0
Sumber: Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2002, 2003, 2004
 
Dari tabel diatas terlihat bahwa pada tahun 2002 jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di perkotaan dan pedesaan di Indonesia yang melek huruf adalah lebih dari 90 persen (Melek huruf adalah mereka yang bisa membaca menulis huruf latin dan huruf lainnya).

Sebaliknya, Angka Buta Huruf menunjukkan ketertinggalan sekelompok penduduk tertentu dalam mencapai pendidikan. Angka Buta Huruf ini juga merupakan cerminan besar kecilnya perhatian pemerintah, baik pusat maupun lokal terhadap pendidikan penduduknya.



KESIMPULAN DAN OPINI

Kesimpulannya adalah bahwa pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan  kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat  mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran.
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Faktor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.
Kesadaran diri akan pentingnya pendidikan bukan hanya untuk diri sendiri juga dapat diwujudkan dalam pembentukan komunitas untuk mengajar anak-anak jalanan. Seperti komunitas bernama “KOPAJA”. Komunitas ini didalamnya ada sejumlah anggota aktif yang setiap minggunya mengumpulkan anak-anak jalanan disuatu tempat guna mengajarkan baca, tulis serta memberi hiburan seperti bernyanyi bersama. Sebagai kaum muda penerus bangga harusnya kita memiliki rasa bangga terhadap teman-teman kita yang masih memperdulikan akan tingkat pendidikan sesama warga negara Indonesia.

Tugas diatas dibuat guna memenuhi nilai tugas terkait mata kuliah softskill Ilmu Lingkungan selaku mahasiswi Universitas Gunadarma (www.gunadarma.ac.id). Tugas ini disusun oleh kelompok. Berikut nama anggota kelompoknya:
KOOSHARDIANTINI (34411010)
HENY YULIANTINI (33411322)
DITA KHAIRUNNISA (32411187)

Sumber tulisan diatas adalah