Ulasan Contoh Studi Kasus Standar Teknik
Sumber referensi:
Ghiffari,
Ibrahim dan Ambar Harsono, Abu Bakar. 2013. Analisis
Six Sigma Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Di Stasiun Kerja Sablon (Studi Kasus:
CV. Miracle). Skripsi : Institut
Teknologi Nasional (Itenas) Bandung.
Judul referensi:
Analisis
Six Sigma Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Di Stasiun Kerja Sablon (Studi Kasus:
CV. Miracle).
Ulasan mengenai Six Sigma ini
diaplikasikan pada industri kecil skala rumahan (Home
Industry). CV. Miracle merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri
kreatif manufaktur. Produk yang dihasilkan oleh CV. Miracle yaitu tas dan
tempat pensil (pencil box) yang berbahan dasar plastik mika. Pembuatan produk-produk
tersebut melalui 2 tahapan proses yakni proses sablon dan proses pemberian
gambar. Proses ini dilakukan secara manual dan pada saat pengeringan dilakukan
melalui penjemuran, baru kemudian dijahit. Tahapan akhir yakni lembaran mika
akan dirakit dengan sletting dan kepala sletting.
Permasalahannya terletak pada ualitas
proses penyablonan. Pengendalian kualitas proses sablon hanya didasarkan pada
spesifikasi berupa bentuk gambar. Sedangkan kualitas gambar dan warna hasil
penyablonan pada mika tidak begitu diperhatikan. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut dibutuhkan metode pengendalian kualitas yang dapat memperbaiki proses
dan kualitas hasil penyablonan. Pengendalian Kualitas Six Sigma merupakan
metode terstruktur yang difokuskan untuk mengurangi variansi proses sekaligus
juga untuk mengurangi jumlah produk cacat. Untuk mengurangi jumlah produk cacat
pada proses sablon di CV. Miracle dapat dilakukan pengendalian kualitas dengan
menerapkan metode Six Sigma. Proses perbaikan kualitas Six Sigma meliputi
proses Define-Measure-Analyze-Improve-Control
(DMAIC).
Tahap
pertama adalah pendefinisian. Tahap ini dikenal dengan sebutan define. Pada tahap ini terdapat
identifikasi proses, identifikasi stasiun kerja kritis, identifikasi cacat dan
jumlah cacat. Cacat terjadi pada 2
stasiun kerja. Stasiun kerja jahit ada beberapa jenis cacat yakni tergores,
bintik, leber dan terkelupas. Cacat pada stasiun kerja sablon adalah jahitan
menumpuk, jahitan lepas. Jenis cacat tergores disebabkan pada saat proses
penjemuran bagian mika yang telah disablon tergores oleh tali jemuran untuk
proses pengeringan. Jenis cacat bintik terjadi saat penumpukkan terdapat debu
yang masuk pada lembaran mika yang disablon. Jenis cacat leber yakni pada saat
pencampuran cat, jumlah tinner tidak diukur terlebih dahulu sehingga cat
meleber. Jenis cacat terkelupas terjadi karena penumpukkan mika yang terlalu
banyak saat penjemuran berakibat lebih pada saling menempelnya lembaran mika
yang satu dengan lembar mika yang lain. Biasanya jenis cacat paling banyak
adalah leber.
Berikutnya adalah tahap penentuan Crirtical to Quality, menghitung nilai sigma dan nilai Defect Per Million of Opportunity (DPMO)
berdasarkan kondisi sebelum penerapan. Proses tersebut terdapat pada tahap measure.
Menentukan Critical To Quality, berdasarkan jumlah cacat, dapat
disimpulkan bahwa stasiun kerja sablon merupakan stasiun kerja kritis dan harus
segera diperbaiki. Berdasarkan jumlah cacat, dapat disimpulkan pula bahwa
jumlah cacat terbanyak terdapat pada cacat leber dan cacat terkelupas.
Tahap analyze
berfungsi untuk mengidentifikasi sumber penyebab cacat. Proses analyze
dilakukan menggunakan Cause Effect
Diagram. Hasil Cause Effect Diagram akan menjadi input untuk perhitungan Failure Mode Effect Analysis (FMEA).
FMEA akan menghasilkan nilai Risk
Priority Number (RPN). Nilai RPN akan menjadi skala prioritas perbaikan.
Setelah diketahui penyebab dan skala prioritas perbaikan, proses selanjutnya
adalah proses perbaikan (improve).
Kemudian, hasil perbaikan tersebut akan dianalisa dan dilakukan perbandingan
sebelum dan sesudah penerapan metode six sigma. Analisa dan perbandingan
meliputi nilai sigma dan nilai DPMO sebelum dan sesudah penerapan.
Tahap perbaikan (improve)
dilakukan pada perbaikan
proses sablon meliputi standarisasi penggunaan tinner dengan ukuran yang pasti.
Sedangkan, penjemuran dilakukan dengan standarisasi waktu penjemuran.
Saran terhadap CV. Miracle dapat memberikan sebuah mesin
pengering pada proses penyablonan agar, pengeringan dapat sempurna. CV. Miracle dapat melakukan peninjauan kembali
terhadap beban kerja pada proses penyablonan.