Sabtu, 23 Mei 2015

Standar Teknik

                                        
Ulasan Contoh Studi Kasus Standar Teknik

Sumber referensi:
Ghiffari, Ibrahim dan Ambar Harsono, Abu Bakar. 2013. Analisis Six Sigma Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Di Stasiun Kerja Sablon (Studi Kasus: CV. Miracle). Skripsi : Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung.

Judul referensi:
Analisis Six Sigma Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Di Stasiun Kerja Sablon (Studi Kasus: CV. Miracle).

            Ulasan mengenai Six Sigma ini diaplikasikan pada industri kecil skala rumahan (Home Industry). CV. Miracle merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri kreatif manufaktur. Produk yang dihasilkan oleh CV. Miracle yaitu tas dan tempat pensil (pencil box) yang berbahan dasar plastik mika. Pembuatan produk-produk tersebut melalui 2 tahapan proses yakni proses sablon dan proses pemberian gambar. Proses ini dilakukan secara manual dan pada saat pengeringan dilakukan melalui penjemuran, baru kemudian dijahit. Tahapan akhir yakni lembaran mika akan dirakit dengan sletting dan kepala sletting.
            Permasalahannya terletak pada ualitas proses penyablonan. Pengendalian kualitas proses sablon hanya didasarkan pada spesifikasi berupa bentuk gambar. Sedangkan kualitas gambar dan warna hasil penyablonan pada mika tidak begitu diperhatikan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan metode pengendalian kualitas yang dapat memperbaiki proses dan kualitas hasil penyablonan. Pengendalian Kualitas Six Sigma merupakan metode terstruktur yang difokuskan untuk mengurangi variansi proses sekaligus juga untuk mengurangi jumlah produk cacat. Untuk mengurangi jumlah produk cacat pada proses sablon di CV. Miracle dapat dilakukan pengendalian kualitas dengan menerapkan metode Six Sigma. Proses perbaikan kualitas Six Sigma meliputi proses Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC).
            Tahap pertama adalah pendefinisian. Tahap ini dikenal dengan sebutan define. Pada tahap ini terdapat identifikasi proses, identifikasi stasiun kerja kritis, identifikasi cacat dan jumlah cacat.  Cacat terjadi pada 2 stasiun kerja. Stasiun kerja jahit ada beberapa jenis cacat yakni tergores, bintik, leber dan terkelupas. Cacat pada stasiun kerja sablon adalah jahitan menumpuk, jahitan lepas. Jenis cacat tergores disebabkan pada saat proses penjemuran bagian mika yang telah disablon tergores oleh tali jemuran untuk proses pengeringan. Jenis cacat bintik terjadi saat penumpukkan terdapat debu yang masuk pada lembaran mika yang disablon. Jenis cacat leber yakni pada saat pencampuran cat, jumlah tinner tidak diukur terlebih dahulu sehingga cat meleber. Jenis cacat terkelupas terjadi karena penumpukkan mika yang terlalu banyak saat penjemuran berakibat lebih pada saling menempelnya lembaran mika yang satu dengan lembar mika yang lain. Biasanya jenis cacat paling banyak adalah leber.
            Berikutnya adalah tahap penentuan Crirtical to Quality, menghitung nilai sigma dan nilai Defect Per Million of Opportunity (DPMO) berdasarkan kondisi sebelum penerapan. Proses tersebut terdapat pada tahap measure.
            Menentukan Critical To Quality, berdasarkan jumlah cacat, dapat disimpulkan bahwa stasiun kerja sablon merupakan stasiun kerja kritis dan harus segera diperbaiki. Berdasarkan jumlah cacat, dapat disimpulkan pula bahwa jumlah cacat terbanyak terdapat pada cacat leber dan cacat terkelupas.
            Tahap analyze berfungsi untuk mengidentifikasi sumber penyebab cacat.  Proses analyze dilakukan menggunakan Cause Effect Diagram. Hasil Cause Effect Diagram akan menjadi input untuk perhitungan Failure Mode Effect Analysis (FMEA). FMEA akan menghasilkan nilai Risk Priority Number (RPN). Nilai RPN akan menjadi skala prioritas perbaikan. Setelah diketahui penyebab dan skala prioritas perbaikan, proses selanjutnya adalah proses perbaikan (improve). Kemudian, hasil perbaikan tersebut akan dianalisa dan dilakukan perbandingan sebelum dan sesudah penerapan metode six sigma. Analisa dan perbandingan meliputi nilai sigma dan nilai DPMO sebelum dan sesudah penerapan.
            Tahap perbaikan (improve) dilakukan pada perbaikan proses sablon meliputi standarisasi penggunaan tinner dengan ukuran yang pasti. Sedangkan, penjemuran dilakukan dengan standarisasi waktu penjemuran.
            Saran terhadap CV. Miracle dapat memberikan sebuah mesin pengering pada proses penyablonan agar, pengeringan dapat sempurna.  CV. Miracle dapat melakukan peninjauan kembali terhadap beban kerja pada proses penyablonan.